| Selamat datang di zona integritas KKP Kelas I Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Untuk kemudahan tentang informasi pelayanan KKP Makassar anda dapat mengakses pada menu SIMPEL-TA pada website ini atau whatsapp chatbot di link ini https://wa.link/dkf0b7 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani | | Selamat datang di zona integritas KKP Kelas I Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Untuk kemudahan tentang informasi pelayanan KKP Makassar anda dapat mengakses pada menu SIMPEL-TA pada website ini atau whatsapp chatbot di link ini https://wa.link/dkf0b7 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani |



Penguatan Jejaring Kerja Surveilans Epidemiologi Kesehatan Haji


Tujuan Penyelenggaraan ibadah Haji sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji adalah memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam dengan meyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, keamanan dan pelayanan kesehatan sejak di tanah air, selama di Arab Saudi dan pada saat kepulangan ke tanah air.


Pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam bidang kesehatan kepada jemaah haji, perlu pula memperhatikan dan mempertimbangkan amanah Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, termasuk jemaah haji. Untuk memberikan perlindungan pelayanan kesehatan maka setiap jamaah haji wajib memiiki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tertuang dalam PMK No 62 Tahun 2016 yang mensyaratkan setiap jamaah haji wajib memiliki jaminan kesehatan nasional.


Ibadah haji adalah ibadah fisik, sehingga jemaah haji dituntut mampu secara fisik dan rohani agar dapat melaksanakan rangkaian ibadah haji dengan baik, lancar dan benar. Salah satu kegiatan penyelenggaraan kesehatan haji yang sangat penting dan strategis adalah pemeriksaan kesehatan, pengukuran kebugaran dan pembinaan kesehatan. Ketentuan tentang pemeriksaan, pelayanan dan pembinaan kesehatan sudah diatur dalam Peraturan  Menteri Kesehatan  Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji dan PMK No 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji.


Tugas pokok dan fungsi KKP, adalah cegah tangkal penyakit melalui pintu masuk negara. Perjalanan ibadah haji merupakan perjalanan internasional, maka KKP memegang peranan dan tanggung jawab dalam pembinaan dan pelayanan kesehatan calon jemaah haji, selama di asrama haji (Embarkasi) dan ketika kembali di tanah air (Debarkasi). Di titik silang inilah peran penting KKP dalam melaksanakan tugas pokoknya mengawal kesehatan bangsa dari transmisi penularan penyakit melalui jemaah haji. Sehubungan dengan tugas pokok tersebut maka diperlukan koordinasi antar stakeholder terkait dalam penyelenggaraan kesehatan haji di embarkasi/debarkasi baik UPT Pusat maupun Pemerintah Daerah. Berkenaan dengan hal tersebut maka dilakukan upaya penguatan jejaring kesehatan haji di embarkasi dan debarkasi guna menghadapi operasional haji tahun 2018 yang dilaksanakan di Hotel Remcy Makasaar dari tanggal 21-23 Februari 2018.


Tujuan yang diharapkan dari pertemuan ini adalah mendapatkan informasi, pemahaman dan kerangka kerja sama meliputi kebijakan kekarantinaan kesehatan, tersosialisasinya Penerapan e-BKJH, implementasi penerapan Surat Edaran Dirjen apenyelanggaraan Haji dan Umrah (PHU) tentang  Persiapan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji di Dalam Negeri Tahun 1439 H/2018 M, penerapan PMK No.15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji di Propinsi Sul-Sel, mekanisme pelaksanaan surveilans haji dan umrah di wilayah pasca kedatangan, evaluasi pemberian notifikasi suhu pada jamaah haji, laik dan tidak laik terbang bagi jemaah haji, pemantauan kesehatan jemaah haji pasca kepulangan di Kab/Kota dan penerapan program keluarga sehat bagi jemaah haji.


Pertemuan telah dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 23 Februari 2018 di Hotel Remcy Makassar dengan jumlah peserta sebanyak 70 orang yang berasal dari Dinas Kesehatan Prop. Sulsel, Dinas Kesehatan Prop. Sulbar, Kanwil Kementerian Agama Prop. Sulsel, UPT Asrama Haji Sudiang Makassar RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Pengelola Kesehatan Haji Dinkes Kab/Kota Lingkup Prop. Sulsel dan Prop. Sulbar, dan KKP Kelas I Makassar. Selain itu hadir juga beberapa KKP Regional Timur seperti KKP Ternate, KKP Sorong, KKP Kendari, KKP Merauke, KKP Gorontalo, dan Dinkes Propinsi Sulawesi Tenggara.


Pertemuan dibuka oleh Kadinkes Propinsi Sulawesi Selatan Bapak Dr.dr.Rachmat Latief, SpPD-KPTI, FINASIM. Kadinkes Propinsi Sulawesi Selatan menyampaikan bahwa sesuai PMK 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji, bahwa penetapan istitaah jamaah haji sudah harus selesai di Kab/Kota dan tidak lagi ditentukan di embarkasi. Pada embarkasi 2017 yang lalu masih banyak jamaah haji yang tidak istitaah tapi mereka lolos masuk embarkasi sehingga menambah beban pekerjaan pada petugas yang seharusnya hanya melihat kondisi laik atau tidak laik terbang pada jamaah haji tersebut. Diharapkan pada pelaksanaan haji tahun 2018 yang akan datang sudah tidak ada lagi jemaah haji yang tidak istitaah masuk asrama haji.


Hal ini juga diperkuat pernyataan dari Kepala Bidang Haji Kanwil Kemenag Sulsel Dr. H. Kaswad Sartono, M.Ag bahwa dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen PHU Kementerian Agama RI Nomo 4001 Tahun 2018 Jemaah Haji yang mendapatkan Surat Panggilan Masuk Asrama (SPMA) adalah jemaah haji dengan kondisi kesehatan sudah istitaah, memiliki visa, dan telah melakukan vaksinasi meningitis. Selain itu jamaah haji juga wajib memiliki kartu BPJS dalam persyaratan pelunasan ONH. Diharapkan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk Tim Isthitaah Kesehatan Haji Daerah.


Kepala KKP Kelas I Makassar Bapak dr. Darmawali Handoko, M.Epid juga menyatakan walaupun jemaah haji yang sudah istitaah dan masuk asrama haji akan dilihat lagi apakah jemaah tersebut sudah dalam kondisi laik terbang atau tidak. Dalam melakukan perjalanan international menuju Arab Saudi maka jemaah haji wajib mengikuti peraturan perjalanan international sesuai yang ditetapkan dalam PMK No 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji, dimana syarat laik terbang sesuai yang disyaratkan oleh IATA (International Air Transport Association). Kondisi laik terbang diperlukan bagi penumpang pesawat karena kondisi medis berpengaruh pada keamanan dan keselamatan penerbangan. Kondisi tersebutlah yang menyebabkan mengapa penumpang pesawat perlu diperiksa terutama pada jemaah haji. Kepala KKP Kelas I Makassar menjelaskan bahwa ada 3 faktor yang berpengaruh dalam kondisi laik terbang yaitu Faktori Psikologik, Faktor Fisiologik dan Faktor Fisik. Beberapa penyakit yang dapat menjadi berat dalam perjalanan udara mengingat tekanan udara berbeda dengan tekanan udara pada saat di darat.


Ada yang berbeda dalam penyelenggaraan kesehatan haji tahun 2018 yang akan datang. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Pembinaan & Pengendalian Faktor Risiko Kesehatan Haji Pusat Kesehatan Haji Kemkes RI Bapak. dr. Maliki yang menyatakan bahwa pada tahun 2018 penggunaan BKJH sudah tidak lagi digunakan dan digantikan oleh Elektronik BKJH sehingga semua data kesehatan jamaah haji sudah terekam di Pusat Data Indonesia. Penerapan e-BKJH sebelumnya telah diuji coba di salah satu embarkasi di Jawa yaitu embarkasi JKS pada tahun 2017 yang lalu. Penerapan e-BKJH secara nasional akan berbeda berdasarkan wilayah jemaah haji.


Penggunaan gelang RISTI juga berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun 2018 penggunaan gelang RISTI hanya 1 warna saja yaitu orange yangmengandung makna emergency. Penggunaan gelang satu warna lebih memudahkan dalam operasional dan lebih mudah dikenali oleh petugas.


Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jamaah Haji (K3JH) yang biasa melekat pada BKJH akan diformat ulang dalam e-BKJH sehingga fungsi pemantauan jamaah haji pasca kepulangan tetap dapat dilakukan, begitu juga dengan International Certificate Vaccination (ICV) meningitis meningococcus yang juga biasa melekat pada BKJH pada jamaah tetap ada tapi format fisiknya akan diatur dengan kartu e-BKJH.


Kebijakan mengenai kekarantinaan kesehatan dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit pada penyelenggaraan kesehatan haji tahun 2018 disampaikan oleh Bapak Iqbal Djakaria Kasi Kekarantinaan Dirjen P2P Kemkes RI. Vaksinasi merupakan salah satu tindakan karantina dimana setiap masyarakat yang akan melakukan perjalanan ke suatu daerah endemik penyakit tertentu harus mendapatkan vaksinasi. Dalam hal ini jamaah haji wajib untuk mendapatkan vaksinasi Meningitis Meningococcus dengan tujuan mencegah pelaku perjalanan mendapat infeksi penyakit menular di tempat tujuan, mencegah pelaku perjalanan membawa penyakit menular dari tempat keberangkatan ke tempat tujuan dan mencegah pelaku perjalanan membawa penyakit menular dari tempat tujuan pulang kembali ke tempat keberangkatan. Fungsi Kekarantinaan bukan hanya diterapkan di pintu masuk negara dalam hal ini Bandar Udara atau Pelabuhan Laut namun juga kekarantinaan di wilayah juga harus tetap ditingkatkan dalam hal ini untuk mengantisipasi bila terjadi kasus-kasus yang dapat menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (KKMMD). Pelaksanaan surveilans kesehatan haji terutama pasca kedatangan selama 14 hari tetap harus dilakukan untuk mendeteksi secara cepat bila terjadi kasus penyakit yang dibawa oleh jamaah haji.

KOMENTAR

Tinggalkan Pesan