| Selamat datang di zona integritas KKP Kelas I Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Untuk kemudahan tentang informasi pelayanan KKP Makassar anda dapat mengakses pada menu SIMPEL-TA pada website ini atau whatsapp chatbot di link ini https://wa.link/dkf0b7 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani | | Selamat datang di zona integritas KKP Kelas I Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Untuk kemudahan tentang informasi pelayanan KKP Makassar anda dapat mengakses pada menu SIMPEL-TA pada website ini atau whatsapp chatbot di link ini https://wa.link/dkf0b7 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani |



Study Keberadaan Bakteri Leptopspira. Sp pada Tikus dan Upaya Penanggulangannya di Wilayah Pelabuhan Laut Makassar Tahun 2017 The Presence of Leptopspira. Sp Bacteria Study In Rats and Control Efforts in Makassar Port Area 2017


ABSTRAK

Leptospirosis adalah salah satu the emerging infectious diseases yang disebabkan oleh bakteri patogen yang  disebut Leptopspira dan ditularkan dari hewan kepada manusia (zoonosis). Tikus sebagai salah satu reservoir bakteri leptopspira yang terdapat dalam urine dan ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri leptopspira pada tikus di Wilayah Pelabuhan Laut Makassar dan upaya penanggulangannya. Jenis penelitian adalah penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel secara accidental sampling. Berdasarkan hasil penelitian bahwa jenis tikus di pelabuhan adalah ditemukan empat jenis Rattus norvegicus dan satu jenis Rattus tanezumi, dan tiga ekor berjenis kelamin betina dan dua ekor Jantan. Sampel negatif mengandung bakteri leptopspira sp. melalui uji konfirmasi bakteri dengan metode Polymerase Chain Reaction. Kesimpulan yang didapatkan yaitu jenis tikus di Pelabuhan laut Makassar adalah Rattus norvegicus dan Rattus tanezumi, negatif leptopspira dan upaya penanggulangan yang dilakukan dengan perbaikan sanitasi, life trap dan bahan kimia.

Kata Kunci : Leptopspirosis, Tikus, Pelabuhan

 

ABSTRACT

Leptospirosis is one of the emerging infectious diseases will be caused by phatogeic bacteria called Leptopspira and transmitted from animal to human (zoonosis). Rats are one of the reservoir leptospira contained in the urine and kidney. This research aims to know the presence of leptopsira. Sp bacteria in Rats and control efforts. This research using the method of obervasional descriptive with cross sectional approach. The sample in accidental sampling. The result of this research find that there are two kinds of rats are four kinds of Rattus norvegicus and one kind of Rattus tanezumi and also find three females and two males. Samples are negative leptopspira.sp by Polymerase Chain Reaction Method. The Conclusion of this research obtained are the kind of rats in Makassar Harbour is Rattus norvegicus and Rattus tanezumi and negative leptopspira.sp bacteria and carry out to controlling by improvement of sanitary, using life trap and chemical poisons.

Keywords : Leptopspira, Rat, Port

 

 

PENDAHULUAN

            Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan, disamping beberapa variabel lainnya, seperti perilaku, keberadaan pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Kondisi lingkungan yang buruk dapat berperan dalam terjadinya penularan penyakit di masyarakat. Salah satu bentuk kerusakan lingkungan yang sering terjadi adalah banjir yang melanda sebagai besar daerah di Indonesia. Banjir yang terjadi tentunya membawa dampak yang sangat merugikan bagi semua aspek kehidupan manusia yang salah satunya adalah timbulnya berbagai macam penyakit pasca banjir. Perubahan lingkungan akibat banjir akan mengakibatkan penyebaran leptospirosis (penyakit kencing tikus). Hal ini diakibatkan karena urine hewan yang terinfeksi kuman leptospira akan terbawa oleh genangan air dan mencemari lingkungan rumah.

Leptospirosis adalah salah satu the emerging infectious diseases yang disebabkan oleh bakteri patogen yang  disebut Leptopspira dan ditularkan dari hewan kepada manusia (zoonosis). Penularan bisa terjadi secara langsung akibat terjadi kontak antara manusia dengan urin atau jaringan binatang yang terinfeksi, dan tidak langsung akibat terjadi kontak antara manusia dengan air, tanah atau tanaman yang terkontaminasi urin dari binatang yang terinfeksi Leptopspira. Jalan masuk yang biasa pada manusia adalah kulit yang terluka, terutama sekitar kaki, dan atau selaput mukosa di kelopak mata, hidung, dan selaput lendir mulut. Leptopspira bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti kucing, anjing, sapi, babi, kerbau, maupun binatang liar seperti tikus, musang, dan tupai. Di dalam tubuh hewan, Leptopspira hidup di ginjal dan air kemihnya (Ana Erviana, 2014)

Angka kejadian leptospirosis di seluruh dunia belum diketahui secara pasti. Di daerah dengan kejadian luar biasa leptospirosis ataupun pada kelompok yang di daerah dengan risiko tinggi terpapar faktor risiko leptospirosis, angka kejadian leptospirosis dapat mencapai lebih dari 100 per 100.000 per tahun. Ana Erviana (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa di daerah tropis dengan kelembaban tinggi angka kejadian leptospirosis berkisar antara 10 - 100 per 100.000 sedangkan di daerah subtropis angka kejadian berkisar antara 0,1 - 1 per 100.000 per tahun.

Pelabuhan sebagai pintu masuk utama (Point of Entry) setiap hari dikunjungi oleh banyak orang dengan berbagai permasalahannya baik yang sehat maupun yang memiliki penyakit tertentu. Sebagai gerbang masuk, tentu saja sebuah pelabuhan perlu menjaga risiko yang mungkin muncul oleh mobilisasi orang yang melalui pelabuhan. Termasuk risiko yang mungkin ditimbulkan karena pelabuhan yang tidak terjaga kesehatan dan keselamatannya. Perkembangan teknologi alat angkut yang semakin dekat karena jarak waktu tempuh yang semakin singkat, sehingga mobilisasi orang dan barang semakin cepat melebihi masa inkubasi penyakit menular. Tikus yang terinfeksi leptopspira bisa saja terbawa oleh alat angkut atau barang yang di angkut oleh kapal-kapal.  

Berdasarkan data profil Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Makassar tahun 2015, jumlah kepadatan tikus yang tertangkap di wilayah pelabuhan Makassar sebanyak 165 ekor tikus atau rata – rata 13 ekor perbulannya. Tingginya populasi tikus di Pelabuhan bisa menjadi bahaya yang kompleks ketika dalam tubuh tikus tersebut terdapat bakteri Leptopspira. Sp karena dapat menyebar secara cepat dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri Leptopspira. Sp pada tikus di wilayah Pelabuhan Laut Makassar dan bagaimana cara penanggulangannya.


BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan pedekatan studi potong lintang (cross sectional study). Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Pelabuhan Laut Makassar Bulan Mei – Juni 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tikus yang tertangkap di wilayah perimeter. Sampel dikumpulkan dengan menggunakan metode accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan di lapangan dan laboratorium. Data dianalisis secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel serta narasi.

 

HASIL

1.    Identifikasi Morfologi Tikus

Tikus yang terdapat di wilayah pelabuhan laut Makassar ada dua jenis yaitu tikus Rattus norvegicus sebanyak empat ekor dan tikus Rattus tanezumi sebanyak satu ekor serta berjenis kelamin betina sebanyak tiga ekor dan jantan sebanyak dua ekor.

Tabel 1           Hasil Identifikasi Morfologi Tikus Di Wilayah Pelabuhan Laut Makassar Tahun 2017

Sampel

Morfologi

Weight

(gr)

Total Length

(mm)

Ear

(mm)

Tail

(mm)

Hind Foot

(mm)

GSI

(mm)

Puting Susu

Testis
(mm)

Panjang

(mm)

Lebar

(mm)

Tikus I

390

487

21

226

45

65

3 + 3

 

 

Tikus II

300

456

23

215

40

55

3 + 3

 

 

Tikus III

100

310

17

140

38

45

2 + 3

 

 

Tikus IV

320

425

18

210

49

70

 

50

14

Tikus V

300

445

21

225

41

70

 

53

17












Sumber : Data primer tahun 2017

    

2.    Hasil Pemeriksaan Sampel

Hasil pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) di Balai Veteriner Maros Sulawesi Selatan sampel tikus yang diperiksa 100 % tidak mengandung (negatif) bakteri leptopspira.

 Tabel 2        Hasil Uji Laboratorium Pemeriksaan Bakteri Leptopspira. Sp

NO

Sampel

Jenis Sampel

Hasil Pemeriksaan

1

Tikus I

Ginjal

Negatif

2

Tikus II

Ginjal

Negatif

3

Tikus III

Ginjal

Negatif

4

Tikus IV

Ginjal

Negatif

5

Tikus V

Ginjal

Negatif

Sumber : Laborataorium Balai Besar Veteriner Maros 2017


PEMBAHASAN

Tikus setiap harinya melakukan mobilisasi atau yang lebih dikenal dengan daya jelajah (homerange). Wilayah pelabuhan dapat menjadi salah satu tempat untuk mencari makan bagi tikus karena seluruh aktivitas di wilayah tersebut memiliki kesamaan dengan lingkungan di sekitarnya. Di pelabuhan banya terdapat sumber makanan, kondisi tanah yang sangat cocok untuk membuat sarang serta masih ada beberapa bangunan dan sarana di pelabuhan yang sangat potensial di jadikan sebagai tempat bersarang dari tikus tersebut.

Berdasarkan hasil morfologi menunjukkan bahwa tikus yang diperoleh dipelabuhan merupakan tikus jenis R. norvegicus sebanyak empat ekor dan R. tanezumi sebanyak satu ekor. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sony Purwanto (2005) bahwa tikus yang terdapat di wilayah Pelabuhan Laut Tanjung Semarang ada tiga jenis yaitu R. tanezumi, R. norvegicus, R. Exulans dan satu cecurut yaitu Suncus murinus.

Keberadaan jenis tikus R. norvegicus dikarenakan di lingkungan Pelabuhan terdapat saluran air yang merupakan habitat yang sesuai. Tikus ini disebut tikus riul atau tikus got karena habitat tikus ini adalah di saluran air di pasar atau daerah permukiman perkotaan. Sedangkan keberadaan tikus R. tanezumi disebabkan karena pelabuhan dekat dengan perumahan penduduk. Kedua jenis tikus ini merupakan tikus yang berhabitat di permukiman dan sudah beradaptasi dengan baik pada aktivitas manusia. Menurut Davis (1953) dalam Arief et al. (2015) Jika R. norvegicus dan R. tanezumi hidup berdampingan di suatu tempat maka  R. norvegicus akan cenderung menggantikan R. tanezumi disebabkan karena ukuran dan agresifitas R. Norvegicus lebih besar bila dibandingkan dengan R. tanezumi.  selain itu menurut Ibrahim dan Ristiyanto (2005) dalam Arief et al. (2015), Selain R. norvegicus dan R. tanezumi  beberapa spesies dan mencit yang umum ditemukan di kota pelabuhan di Indonesia adalah R. exulans dan Mus musculus.

Tikus dapat melakukan perpindahan ke suatu lokasi jika terjadi kekurangan makanan. Tidak adanya pembatas antara pemukiman dan pelabuhan juga memberi peluang kepada tikus untuk melakukan migrasi.  Di beberapa lokasi di pelabuhan dapat menjadi tempat perindukan dan mencari makan bagi tikus, yaitu di tempat kargo, gedung – gedung yang di dalamnya terdapat sumber makanan serta tempat – tempat yang dijadikan sebagai tempat tumpukan barang-barang bekas/mobil. Tikus dapat melakukan migrasi sejauh 1 – 2 km, tetapi bila perlu dapat melakukan migrasi sampai dengan 15 km (Ristiyanto et.al, 2014). 

Tikus yang berhasil ditangkap sebagian besar merupakan tikus berjenis kelamin betina. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sony Purwanto (2008) di wilayah Pelabuhan Tanjung Emas tentang kepadatan tikus dari 98 ekor tikus yang tertangkap, 67 ekor (67%) berjenis kelamin betina. Priyambodo (2006) dalam Dina Supriyanti (2013) menyatakan bahwa tikus betina lebih sering berada di luar rumah untuk mencari makan bagi anak-anaknya, sedangkan jantan lebih sering berada di sarang untuk mempertahankan daerahnya. 

Hasil pemeriksaan Leptopspirosis yang dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2017 di wilayah Pelabuhan Laut Makassar dengan uji PCR menunjukkan bahwa seluruh sampel negatif leptopspira. Penelitian ini serupa dengan penelitian Arief Mulyono, et.al (2015), yang menyatakan bahwa tikus jenis R. norvegicus positif mengandung bakteri leptopspira di Pelabuhan El Say dan Pelabuhan Wuring Maumere. Hal ini menjadi menunjukkan bahwa potensi tikus di wilayah pelabuhan mengandung bakteri leptospira sangat besar jika kondisi lingkungan mendukung seperti banyaknya genangan air di selokan atau daerah pemukiman di kawasan sekitar Pelabuhan kondisi sanitasinya buruk. Kemampuan tikus melakukan migrasi dapat menjadikan tikus yang berada di wilayah Pelabuhan mengandung bakteri leptopspira. Berdasarkan Profil KKP Kelas I Makassar (2016), Kondisi Pelabuhan Laut Makassar dari segi sanitasi gedung dan bangunan 99,8 % telah memenuhi syarat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi bangunan termasuk kondisi sanitasi lingkungan, baik itu got/selokan, tempat sampah telah memenuhi syarat.

Tikus R. norvegicus banyak ditemukan karena terdapat habitat berupa selokan air di wilayah pelabuhan dan keberadaan tikus R. tanezumi karena wilayah Pelabuhan dekat dengan pemukiman penduduk sehingga dapat melakukan migrasi untuk mencari makan. Menurut Sarkar et al. (2002) dalam Tri Ramadhani (2011) Tikus yang ditemukan di rumah berisiko 4,5 kali lipat teridentifkasi sebagai reservoir leptopspirosis. Bakteri leptopspira sp banyak menyerang tikus besar seperti tikus R. norvegicus dan R. tanezumi.

Bina Ekawaty dan Sunaryo (2012) menyatakan bahwa jenis tikus R. tanezumi dan Suncus murinus positif megandung bakteri leptopspira dengan menggunakan pemeriksaan secara Microscopis Aglutination test (MAT). Hal ini  memungkinkan terdapatnya strain bakteri leptopspira pada tikus di wilayah Pelabuhan. Wilayah Pelabuhan yang tidak jauh dari lingkungan pemukiman penduduk merupakan salah satu potensi terjadinya penyebaran bakteri leptopspira. Kawasan di sekitar wilayah pelabuhan merupakan daerah yang selalu tergenang oleh air ketika musim hujan tiba. Berbagai teori menyatakan bahwa air yang tergenang di lingkungan dapat menjadi sumber penularan secara tidak langsung apabila air tersebut terkontaminasi oleh urin dari binatang efektif. 

Dalam penelitian yang dilakukan Anna Erviana (2014) bahwa penderita leptopspirosis di Kecamatan Cengkareng 100% terdapat tikus di dalamnya. Dalam penelitian ini juga menyatakan bahwa selokan yang buruk (61,1%) menjadi salah satu penyebab terjadinya leptopspirosis. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Maisyaroh, dkk (2014), bahwa kondisi selokan yang buruk 7.1 kali lebih besar terkena leptopspirosis. Kondisi selokan yang buruk dapat mengundang dan menjadi habitat dari tikus.

Darmodjono (2001) dalam Anna Erviana (2014) menyatakan bahwa tikus senang bersarang di got-got dan selokan-selokan. Sedangkan tikus merupakan hewan pembawa mikroorganisme leptopspira. Olehnya itu diupayakan selokan-selokan tidak menjadi sarang tikus dan airnya mengalir dengan lancar. Selokan yang terkontaminasi dengan urine tikus dapat menjadi media penularan penyakit. Tikus biasanya kencing di daerah yang memiliki genangan air dan dari genangan air inilah bakteri leptopspira akan masuk ke dalam tubuh manusia. Pemberantasan tikus di pelabuhan bertujuan untuk menurunkan populasi tikus dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya penyakit pes pada tikus setempat melalui pengamatan indeks pinjal dan pemeriksaan serologis darah tikus.    Tikus merupakan binatang komensal dimana akan selalu mencari lokasi atau habitat yang lain untuk mencari makanan. Kemampuan migrasi tikus merupakan salah satu kendala yang sering di alami dalam pemberantasannya. Khusus untuk di wilayah pelabuhan masih banyak ditemukan kawasan  yang dapat menjadi tempat bersarang dan berkembang biaknya tikus. Selain itu, tidak adanya pagar pembatas yang tertutup antara kawasan pelabuhan dengan wilayah di luar pelabuhan (buffer area) juga menjadi salah satu jalan oleh tikus untuk bermigrasi. Potensi lain yang dapat menjadi sarana bagi tikus untuk masuk di kawasan Pelabuhan adalah melalui barang-barang yang diangkut oleh Kapal baik yang akan naik di kapal atau yang turun dari kapal.

Penanganan tikus di Pelabuhan Laut Makassar dalam upaya tindakan pengendalian terhadap keberadaan tikus selain kebersihan lingkungan telah diterapkan dengan dua metode, yaitu pemasangan perangkap dan penggunaan bahan kimia. Pemasangan perangkap dilakukan secara rutin setiap bulannya pada gedung-gedung/bangunan serta kawasan yang berpotensi menjadi tempat perindukan dan perkembangbiakan tikus. Penggunaan bahan kimia biasanya dilakukan terhadap kapal yang terdapat atau ditemukan tikus setelah pemeriksaan. Penanganan tikus di kapal menggunakan bahan kimia Methyl Bromida (CH3Br). Fumigasi kapal dilakukan jika dalam pemeriksaan kapal ditemukan dua ekor tikus.

Dalam penanganan pest di pelabuhan pihak PT. Pelindo juga melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk melakukan pemberantasan. Pemberantasan hama ini dilakukan di gudang-gudang, bangunan atau kontainer yang berpotensi menjadi tempat perkembang biakan hama. Pemberantasan hama ini tidak hanya berfokus pada tikus saja tetapi termasuk vektor lainnya seperti kecoak dan nyamuk.

            Sony Purwanto, dkk. (2008) menjelaskan bahwa pada dasarnya membebaskan suatu daerah dari infestasi tikus dilakukan dengan cara :

  1. 1.   Menciptakan suatu lingkungan yang tidak memungkinkan pemukiman tikus, dengan jalan memperbaiki sanitasi lingkungan dan melaksanakan rat proofing terhadap semua                bangunan
  2. 2. Menjelaskan bahwa memberantas tikus yang ada dengan cara :
  3.     a.    Pemasangan perangkap
  4.     b.    Penggunaan racun tikus (rodentisida)
  5.     c.    Penggasan atau fumigasi
  6.         Biological control misalnya dengan melepaskan musuh - musuh tikus,tetapi hasilnya kurang memuaskan.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

            Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis tikus di Wilayah Pelabuhan Laut Makassar adalah Rattus norvegicus dan Rattus tanezumi. Negatif mengandung bakteri leptopspira dengan menggunakan metode PCR. Upaya penanggulangan yang dilakukan adalah perbaikan sanitasi lingkungan, trapping dan bahan kimia.

            Disarankan kepada lintas sektor terkait untuk menciptakan kondisi lingkungan pelabuhan yang sehat serta dapat dilakukan penelitian lanjutan tidak hanya di wilayah perimeter tetapi juga di wilayah buffer dengan volume sampel yang lebih banyak dan dengan metode yang lebih sensitif.

 

DAFTAR PUSTAKA

Agus Priyanto, dkk. (2008). Faktor – Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptopspirosis (Studi Kasus di Kabupaten Demak), http://eprints.undip.ac.id, diakses tanggal 30 Desember 2016

Ana Erviana. (2014). Studi Epidemiologi Kejadian Leptopspirosis Pada Saat Banjir Di Kecamatan Cengkareng Peroide Januari – Februari 2014, Skripsi, Jurusan Epidemiologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta http://repository.uinjkt.ac.id diakses tanggal 30 Desember 2016

Anies, dkk. (2009), Lingkungan dan Perilaku dalam Kejadian Leptopspirosis, http://eprints.undip.ac.id/, di akses tanggal 30 Desember 2016.

Arief Mulyono, dkk. (2015). Prevalensi dan Identifikasi Leptopspira Patogenik pada Tikus Komensal Di Kota Maumere, Flores http://ejournal.litbang.depkes.go.id. di akses tanggal 19 Juli 2017

Bina Ikawati dan Sunaryo. (2012). Strain leptopspira yang ditemukan pada Tikus dan Suncus di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman Tahun 2012. http://kesmas.unsoed.ac.id/, diakses pada tanggal 05 Juni 2017

Dina Supriyati dan Adil Ustiawan. (2013). Spesies tikus, Cecurut dan Pinjal Yang Ditemukan di Pasar Kota Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara Tahun 2013. http://download.portalgaruda.org/ di akses tanggal 13 Juni 2017

Hanang Soejoedi. (2006). Pengendalian Roden, Suatu Tindakan Karantina, http://www.journal.unair.ac.id. di akses tanggal 02 Januari 2017.

Ramadani Tri dan Yunianto Bambang. (2011). Reservoir dan Kasus Leptopspirosis di Wilayah Kejadian Luar Biasa. http://www.researchgate.net/ di akses pada tanggal 19 Juni 2017

Ristiyanto, dkk. (2014). Penyakit Tular Rodensia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Rusmini. (2011). Bahaya Leptopspirosis (Penyakit Kencing Tikus) &  Cara Pencegahannya. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Siti Maysaroh, dkk. (2014). Faktor Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Kejadian Leptopspirosis di Kabupaten Pati Jawa Tengah. https://media.neliti.com/. di akses tanggal 20 Juni 2017

Sony Purwanto, dkk. (2008). Kepadatan Tikus dan Pinjal sebagai Indikator Kerentanan Wilayah Pelabuhan tanjung Emas terhadap Transmisi Pes.http://lib.atmajaya.ac.id/. diakses tanggal 19 Juni 2017

KOMENTAR

Tinggalkan Pesan