| Selamat datang di zona integritas KKP Kelas I Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Untuk kemudahan tentang informasi pelayanan KKP Makassar anda dapat mengakses pada menu SIMPEL-TA pada website ini atau whatsapp chatbot di link ini https://wa.link/dkf0b7 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani | | Selamat datang di zona integritas KKP Kelas I Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Untuk kemudahan tentang informasi pelayanan KKP Makassar anda dapat mengakses pada menu SIMPEL-TA pada website ini atau whatsapp chatbot di link ini https://wa.link/dkf0b7 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani |



HIPOKSIA PADA PENERBANGAN: KONDISI PATOLOGIS YANG “FISIOLOGIS”


Hipoksia merupakan istilah medis yang akhir-akhir ini sering kali terdengar khususnya selama masa pandemi Covid-19 yang biasa dijumpai dengan istilah “Happy Hipoksia”. Kondisi ini terjadi apabila seseorang mengalami hipoksia tanpa menunjukkan gejala-gejala hipoksia. Pada artikel kali ini akan mengulas mengenai hipoksia yang terjadi selama penerbangan.

 

Hipoksia adalah keadaan dimana terjadi kekurangan oksigen dalam jaringan tubuh akibat penurunan oksigen baik dari jumlah maupun konsentrasi molekulernya. Oksigen yang didapat dari lingkungan saat kita bernapas akan diangkut oleh darah dari paru-paru menuju ke jantung. Jantung akan memompa darah yang kaya dengan oksigen ke seluruh sel tubuh melalui pembuluh darah. Hipoksia dapat terjadi bila terdapat gangguan dalam sistem transportasi oksigen dari mulai bernapas sampai oksigen tersebut digunakan oleh sel tubuh. Tubuh manusia sangat sensitif dan rentan terhadap penurunan oksigen sehingga penurunan tekanan parsial oksigen (pO2) sebesar 25% di dalam atmosfir yang terjadi bila kita naik sampai ketinggian 8000 kaki sudah akan memberikan efek berupa penurunan kecerdasan sedangkan kondisi penurunan tekanan yang mendadak sampai ketinggian 50.000 kaki dimana pO2 nya tinggal 10% dari pO2 permukaan laut, manusia akan mengalami pingsan dalam waktu 10 detik dan meninggal dalam waktu 4-6 menit. 


Berdasarkan penyebabnya hipoksia terbagi menjadi :

1. Hipoksia hipoksik/hipobarik. Hal ini terjadi ketika kadar oksigen dalam pembuluh arteri turun. Beberapa penyebab hipoksia hipoksik

    * Berada di situasi dengan kadar oksigen rendah, contoh saat kebakaran, tenggelam, dan berada di ketinggian seperti daerah pegunungan atau dalam penerbangan

    * Terdapat penyakit paru-paru, seperti asma, pneumonia, edema paru, penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru, pneumothorax, dan sleep apnea

    Keadaan yang membuat berhenti bernapas, contohnya saat penggunaan obat fentanyl


2. Hipoksia stagnan atau hipoperfusi. Keadaan ini terjadi akibat gangguan aliran darah. Hipoperfusi disebabkan oleh:

    * Gangguan jantung, seperti bradikardia dan fibrilasi ventrikel

    * Terhentinya aliran darah arteri ke organ, contohnya pada orang dengan luka tembak atau trombosis arteri


3. Hipoksia anemik. Hipoksia anemik terjadi ketika kemampuan darah yang membawa oksigen berkurang kapasitasnya. Sehingga darah tidak kaya lagi dengan oksigen. Keadaan ini terjadi pada:

    * Anemia dan kondisi dimana fungsi sel darah merah rusak, seperti pada penyakit methemoglobinemia

    * Keracunan karbon monoksida (CO)


4. Hipoksia histotoksik. Kondisi ini terjadi ketika terjadi gangguan pada sel dalam menggunakan oksigen. Keracunan sianida merupakan salah satu contoh hipoksia histotoksik. Selain kondisi di atas, peradangan dan sepsis juga dapat mengakibatkan hipoksia. Hipoksia pada jenis ini disebut cytopathic hypoxia.


Hipoksia hipoksik yang terjadi pada ketinggian termasuk dalam penerbangan disebabkan oleh perubahan tekanan udara pada lingkungan yang hipobarik (tekanan udara relatif lebih rendah dari tekanan udara di permukaan laut), maka pada kondisi ini jumlah O2 yang dihirup akan berkurang, sehingga tekanan udara alveoli (PAO2) akan menurun. Akibatnya, proses difusi O2 dari alveoli ke arteri akan menurun yang berdampak pada penurunan tekanan O2 arteri (PaO2) dan saturasi O2 (SpO2). Turunnya PaO2 dan SpO2 ini akan merangsang kemoreseptor perifer di badan karotis dan aorta yang akan merangsang peningkatan aktifitas jantung. Berkurangnya kandungan O2 dalam darah ini akan merangsang ventilasi paru sehingga terjadi peningkatan frekuensi napas. Meningkatnya denyut jantung dan frekuensi napas merupakan respon cepat tubuh terhadap kondisi hipobarik. Apabila kondisi tersebut terus berlangsung akan mengakibatkan oksigenasi jaringan dan sel tubuh berkurang sehingga menimbulkan gejala-gejala hipoksia.


Gambar 1. Patofisiologi Hipoksia Hipoksik pada kondisi Hipobarik


Gejala yang timbul pada hipoksia sangat individual yang dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

1.    Gejala-gejala Obyektif, meliputi:

    a.    Air hunger, yaitu rasa ingin menarik napas panjang terus-menerus.


    b.    Frekuensi nadi dan pernapasan naik.
    c.     Gangguan pada cara berpikir dan berkonsentrasi.
    d.    Gangguan dalam melakukan gerakan koordinatif.
    e.    Cyanosis, yaitu warna kulit, kuku, dan bibir menjadi biru.
    f.      Lemas.
    g.    Kejang-kejang.
    h.    Pingsan.

2.     Gejala-gejala Subyektif, meliputi:
    a. Malas

    b. Mengantuk

    c. Euphoria, yaitu rasa gembira tanpa sebab dan kadang-kadang timbul rasa sok jagoan



Berat-ringannya gejala hipoksia tergantung dari banyak faktor seperti ketinggian, lama berada di ketinggian, toleransi perorangan, penggunaan obat-obatan atau alkohol, aklimatisasi dan lain-lain.  

Ketinggian (kaki)

Stadium

Menghirup udara biasa (21%)

Dengan O2 murni (100%)

SpO2 (%)

 Indifferent

(indiferens)

5.000 s.d 10.000

34.000 to 39.000

98 s.d 88

Compensatory

(kompensasi)

10.000 s.d 15.000

39.000 to 42.500

87 s.d 80

Disturbance

(gangguan)

15.000 s.d 20.000

42.500 to 44.800

79 s.d 66

Critical

(Kritis)

20.000 s.d 23.000

44.800 to 45.500

65 s.d 60

Tabel 1. Stadium Hipoksia



Pada umumnya gejala hipoksia dibagi menjadi 4 stadium sebagaimana pada tabel di atas.

1.    Stadium indiferens. Terjadi pada ketinggian 0-10.000 kaki (0-3.048 m).

Level SpO2 berada pada kisaran 98-88%. Mulai ketinggian 5.000 kaki jarang ditemukan gejala kecuali adanya gangguan adaptasi gelap. Pada pemeriksaan biasa dijumpai peningkatan frekuensi pernapasan. Pada ketinggian 8.000 kaki ditemukan adanya penurunan dari tingkat kecerdasan, terutama dalam menghadapi tugas-tugas yang baru.

2.    Stadium kompensasi. Terjadi pada ketinggian 10.000-15000 kaki (3.048-4.572 m).

Level SpO2 berada pada nilai 87-80%. Pada level ini tubuh masih bisa mengatasi keadaan kekurangan oksigen dengan jalan meningkatkan kerja paru-paru dan jantung. Gejala yang ditemukan adalah pernapasan menjadi cepat, denyut nadi meningkat. Kemampuan untuk melakukan tugas dengan keterampilan terganggu, kekuatan fisik untuk bekerja menurun.

3.    Stadium gangguan. Terjadi pada ketinggian 15.000-20.000 kaki (4.572-6.096 m).

Level SpOberada pada nilai 79-66%. Pada level ini respon fisiologis seperti peningkatan respirasi dan denyut jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Keluhan yang dirasakan berupa kelelahan, pusing atau sakit kepala, dan sulit bernapas.

4.    Stadium kritis. Terjadi pada ketinggian 20.000-23.000 kaki (6.096-7.010 m). Level SpO2 berada pada kisaran 65-60%. Pada kondisi ini terjadi kehilangan kesadaran (pingsan), dapat disertai kejang-kejang otot serta kegagalan pernapasan.


Pada penerbangan komersil dengan ketinggian jelajah antara 25.000-40.000 kaki (7-12 km) menggunakan pesawat yang sudah dilengkapi dengan ruangan kabin bertekanan. Salah satu tujuan penggunaan ruang kabin bertekanan ini adalah untuk meminimalkan terjadinya hipoksia berat. Tekanan dalam kabin dipertahankan sesuai dengan ketinggian 5.000-7.000 kaki (1-2 km).


Pada permukaan laut, pO2 alveoli besarnya adalah 103 mmHg, sementara pada ketinggian 6.000 kaki besarnya adalah 75 mmHg, hal ini akan menyebabkan penurunan kejenuhan oksi-Hb sebesar 3%. Pada sebagian besar orang sehat penurunan ini tidak berdampak apa-apa, namun sebagian orang dapat merasakan gejala hipoksia ringan seperti peningkatan denyut jantung/laju pernapasan dan penurunan kemampuan adaptasi gelap. Pada penderita penyakit jantung, anemia berat, penyakit paru-paru, gangguan sirkulasi darah di otak dan lain-lain reaksi terhadap adanya hipoksia akan lebih berat.


Masalah hipoksia tersebut bisa diatasi dengan penggunaan oksigen di pesawat, sehingga penumpang dengan kondisi penyakit tertentu perlu dilakukan penilaian kelaikan terbang sebelum keberangkatan karena penggunaan oksigen di pesawat secara terus-menerus selama penerbangan membutuhkan perlengkapan oksigen yang selain berat juga memakan ruang untuk penempatannya. (RLN)


Referensi:

1.    Gradwell, DP, 2016. Ernsting’s Aviation and Space Medicine, 5th Edition. New York: CRS Press.

2.    Fisher, Paul W, 2018. Flight Surgeon’s Guide. USAF School of Aerospace Medicine.

3.    Bobby Faisal, 1988. Modul Ilmu Kesehatan Penerbangan.    

4.  Lakespra Saryanto Markas Besar Angkatan Udara, 2015. Modul Dikkualsus Kesehatan Penerbangan.

KOMENTAR

Tinggalkan Pesan